Wednesday, October 18, 2006

Laa Tahzan - Bersama menggapai RidhaNya

Salah satu acara wajib bila saya ada di Jakarta adalah datang ke kajian rutin yang diadakan oleh komunitas Laa Tahzan.

Ada perasaan gembira, kaget, haru dan rindu yang menggelitik pojok relung hati saya, ketika kembali berkesempatan untuk bersilahturahmi dengan komunitas ini. Kaget dengan banyaknya peserta aktif yang datang ke kajian. Terharu begitu tahu mereka datang dari berbagai kalangan yang berbeda, dipertemukan dalam komunitas ini tetapi merasa memiliki ikatan persaudaraan yang kuat. Rindu dengan suasana kebersamaan dalam keinginan untuk belajar bersama, keinginan untuk mencari dan dekat denganNya.

Kilas balik ke pertengahan 2004, maka tak pernah terpikirkan bahwa Laa Tahzan akan bertahan hingga menginjak tahun ke 2 saat ini. Tak pernah terpikirkan Laa Tahzan akan berkembang menjadi besar seperti saat ini. Tak terpikirkan karena komunitas ini awalnya hanyalah sekelompok kecil anak muda yang letih dengan rutinitas pekerjaan dan jenuh dengan pelarian dan pelepasan penat yang itu-itu saja.

Seperti kebanyakan pekerja muda kota besar yang belum berkeluarga yang umumnya menghabiskan waktu “after office hour”nya dengan ngopi-ngopi, nonton di 21, ke gym bareng, atau dugem, dan teman-temannya, begitulah rata-rata keseharian kami. Hingga ketika rasa bosan, kering dan hampa mulai menghinggapi terbersitlah ide untuk datang ke pengajian. Jujur saya bilang ini pilihan terakhir yang terlintas di benak kami pada saat itu…J. Maka dimulailah hari-hari mengejar pengajian-pengajian yang marak diadakan di mesjid-mesjid besar di Jakarta. Kajian Lepas Kerjanya Al Azhar, Tafsir Quran dan Kajian Tasawufnya Sunda Kelapa, Majelis MQ-nya AA Gym baik yang di DT Cipaku maupun yang di Al Azhar.

Tersentak kaget ketika menyadari ada dahaga yang terpuaskan lewat kegiatan-kegiatan ini. Bahkan kemudian berkembang menjadi suatu kebutuhan untuk belajar lebih. Maka sebuah kesepakatan untuk mencoba membentuk sebuah wadah, lahir dari obrolan kecil sambil makan roti bakar di belakang Bidakara, Pancoran. Dan Laa Tahzan pun lahir di akhir Ramadhan 2004.

Perjuangan pun dimulai. Diawali dengan mencoba untuk membangun komunitas yang kecil tetapi solid. Perjalanan mencari bentuk kajian yang bisa mengakomodasi keinginan individu-individu didalamnya, termasuk pengajar yang bisa memfasilitasi keinginan kami. Perjuangan untuk mencoba konsisten dengan niat awal, ditengah mobilitas anggotanya yang sangat tinggi. Perlahan membuka diri dan tidak hanya terbatas mereka-mereka yang berkecimpung di dunia Oilfield. Syiar lewat mulut ke mulut, jaringan pertemanan dan milist yang kami kembangkan yang akhirnya berbuah sebuah komunitas yang alhamdulillah dari hari ke hari semakin tumbuh. Pada perjalanannya Laa Tahzan kemudian juga mencoba untuk berkecimpung dalam kegiatan sosial.

Akhir Ramadhan ini genap 2 tahun perjalanan Laa Tahzan, layaknya seorang bayi, komunitas ini perlahan tumbuh dan melangkah. Ada banyak kemudahan, nikmat dan karuniaNya. Indahnya persaudaraan yang terbentuk dalam perjalanan mencariNya, membuat kami semakin menyadari Barakah yang Dia berikan ketika melangkah di jalanNya. Sebuah doa kecil pun terpanjat bersama, memohon untuk tetap diberi kekuatan untuk terus melangkah…:)

Thursday, October 05, 2006

Indahnya sebuah Doa

Saya selalu terpesona dengan setiap doa yang dipanjatkan oleh orang buat saya. Sebuah doa kecil yang sederhana dapat membuat saya merasa senang dan bahagia.

Satu pagi seminggu yang lalu, di dalam mobil yang membawa saya dari tempat tinggal menuju kantor.

“Pagi Mba Fauzia, wah lama nih saya gak lihat mba? Apa kabarnya mba? Tanya pak driver kantor.

“Alhamdulillah baik pak, iya nih pak pulang school akhir juli, saya langsung di rig sebulan, turun sempat seminggu disini terus off ke Jakarta” jawab saya.

“Wah si mba jalan-jalan terus ya, untung mba belum punya keluarga. Kalau sudah kan kasian ditinggal-tingal terus” selorohnya.

“Iya nih pak” jawab si fanny sambil tersenyum miris tentunya.

“Mba Fauzia, saya doakan supaya cepat berkeluarga, dapat pendamping yang baik, yang bisa jaga mba, dan bertanggung jawab. Biar mba Fauzia gak usah ke rig lagi.” Katanya polos.

Deggg…..kaget, terkesiap, terdiam tidak harus menjawab apa mendengar doanya barusan. Sambil tertegun, dalam hati saya mengamini doa beliau.

“ Terima kasih buat doanya pak” jawab saya.

Subhanallah, percakapan singkat ini membuat saya terdiam hingga turun dari mobil dan duduk dikantor. Ada rasa haru mendengar doanya yang sederhana tetapi terasa indah dan menyentuh saya (terlepas dari topik doanya ya…:p). Kok bisa orang yang tidak saya kenal dekat, memberikan perhatiannya dan mendoakan saya…!!!! Padahal selama ini interaksi antara saya dan si bapak driver ini hanya sebatas obrolan antara tempat tinggal saya ke kantor atau sebaliknya yang hanya berjarak 10 menit dengan kendaraan. Jujur saya bahkan tidak tahu siapa nama beliau…..:(
(Bad side-nya si fanny,terlalu cuek sama orang).

Jadi teringat sebuah kiasan dari seorang ukhti cantik sahabat saya,

“Fan, kamu tahu kiasan yang paling tepat menggambarkan sebuah doa yang dipanjatkan oleh seorang muslim kepada muslim lainnya?” Itu seperti sebuah bunga tercantik yang kamu berikan kepada orang yang paling kamu kasihi.”. Indah ya…???.”

Indah banget….!!!!

Itulah kenapa setiap ada orang yang meminta didoakan oleh saya, maka saya akan berusaha untuk benar-benar mendoakannya secara pribadi dan bukan sekedar ucapan klise. Karena saya ingin saudara-saudara saya juga merasakan keindahan yang sama. Kan saya juga ingin memberikan bunga tercantik untuk orang yang paling saya kasihi…..:).